(FISIKA)
Nama : Yuda Israwan
NPM : 14030034
Grup : 2G2
Dosen : Luciana., S.Teks. M,Pd.
Irfandi F., S.ST.
Tjiptodi
POLITEKNIK STTT BANDUNG
2016
I
DEKOMPOSISI KAIN
⦁ MAKSUD DAN TUJUAN
Untuk mengetahui karakteristik kain mulai dari arah Pakan dan Lusi, tetal Pakan dan Lusi, mengkeret Pakan dan Lusi, nomor Pakan dan Lusi, serta berat kain per satuan panjang, sampai mengetahui anyaman pada kain.
II. TEORI DASAR
Pada prinsipnya, dekomposisi kain dilakukan untuk mengetahui karakteristik kain, diantaranya arah Pakan dan Lusi, jumlah tetal Pakan dan Lusi, mengkeret Pakan dan Lusi, nomor Pakan dan Lusi, berat kain per satuan panjang, dan mengetahui anyaman pada kain.
Biasanya dekomposisi kain dilakukan pada awal percobaan evaluasi kain secara fisika sebelum dilakukan percobaan yang lainnya.
1. Anyaman Kain Tenun
Anyaman kain tenun adalah silangan antara benang lusi dengan benang pakan sehingga terbentuk kain tenun. Benang lusi adalah benang yang sejajar dengan panjang kain tenun dan biasanya digambarkan kea rah vertical, sedangkan benang pakan adalah benang yang sejajar dengan lebar kain dan biasanya digambarkan ke arah horizontal.
Untuk menyatakan anyaman suatu kain tenun dapat dilakukan dengan cara:
⦁ Dengan menyebut nama anyaman
⦁ Dengan gambar anyaman
⦁ Dengan gambar
⦁ Dengan tanda
2. Nomor Benang
Nomor benang (yarn count) adalah kehalusan benang, yang dinyatakan dalam suatu berat setiap panjang tertentu atau satuan panjang setiap berat tertentu.
Penomoran benang dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
⦁ Penomoran langsung
Penomoran langsung adalah penomoran benang yang didasarkan pada berat benang setiap panjang tertentu. Nomor benang langsung yaitu:
⦁ Nomor benang cara denier (TD)
TD = =
⦁ Nomor benang cara Tex
Tex =
⦁ Penomoran tidak langsung
Penomoran benang tidak langsung adalah penomoran benang yang didasarkan pada panjang benang setiap berat tertentu. Nomor benang tidak langsung yaitu;
⦁ Penomoran cara ingris (Ne1)
Ne1 =
⦁ Penomoran cara Metric
Nm =
3.Tetal Benang
Tetal benang adalah kerapatan benang pada kain atau jumlah benang setiap satuan panjang tertentu, misalnya jumlah benang setiap cm atau inci. Ada beberapa cara menentukan tetal benang, yaitu:
⦁ Dengan kaca pembesar
⦁ Dengan kaca penghitung secara bergeser
⦁ Dengan cara urai
⦁ Dengan proyektor
⦁ Dengan parallel line grating
⦁ Dengan taper line grating
4. Mengkeret Benang
Apabila benang ditenun maka akan berubah panjangnya, hal ini karena adanya silangan pada kain. Untuk menyatakan perubahan ukuran tersebut dapat dilakukan dengan dua cara:
⦁ Crimp
Adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb) menjadi panjang kain tenun (pk) terhadap panjang kain tenun.
Crimp © = X 100%
⦁ Take Up
Adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb) menjadi panjang kain tenun (pk) terhadap panjang benang dalam keadaan lurus.
Take Up (T) = X 100%
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Kain contoh uji
⦁ Penggaris
⦁ Timbangan berat
⦁ Gunting
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Tentukan arah Lusi dan arah Pakan, arah Lusi beri tanda garis/panah.
⦁ Hitung tetal Lusi dan Pakan pada 2 tempat berbeda, kemudian cari rata-ratanya (=…..hl/inci =…..hl/cm).
⦁ Kain contoh dipotong (20x20)cm, kemudian timbang.
⦁ Ambil benang Lusi dan Pakan dari sisi yang berbeda (kiri – kanan dan atas – bawah), masing-masing 5 helai sehingga jumlah benang Lusi = 10helai, benang Pakan = 10 helai, timbang, kemudian ukur panjang masing-masing benangnya.
⦁ Hitung mengkeret Lusi dan Pakan :
- Panjang benang dari kain contoh = PK (20 cm)
- Rata-rata panjang benang setelah diluruskan = PB
Mengkeret benang (M):
M = PB – PK x 100 = ……%
PB
⦁ Hitung nomor benang Lusi dan benang Pakan.
- Jumlah panjang 10 helai Lusi setelah diluruskan =……cm =…….m
- Berat 10 helai Lusi =…..mg =……g
Nm = Panjang (m) Tex = 1000 x Berat (g)
Berat (g) Panjang (m)
Ne1 = Panjang (hank) Td = 9000 x Berat (g)
Berat (lbs) Panjang (m)
*1 hank = 768 m
1 lbs = 453,6 g
1 inci = 2,54 cm
---Idem untuk menghitung nomor benang Pakan---
⦁ Hitung berat kain/m2 secara teoritis.
⦁ Dengan penimbangan
Berat kain/m2 = 100cm (panjang) x 100cm (lebar) x Berat contoh = BK (g/m2)
10cm (panjang) x 10cm (lebar)
⦁ Dengan perhitungan
Dasar perhitungan :
Nm = Panjang (m) Berat (g) = Panjang (m)
Berat (g) Nm
⦁ Berat benang Lusi/m2 a teoritis
= tetal (helai/cm) x 100 (panjang) x x 100 (lebar) = B2 (g/m2)
Nm Lusi x 100
⦁ Idem untuk benang pakan = B3 (g/m2)
⦁ Berat kain/m2 = B2 + B3 = B4 (g/m2)
⦁ Hitung selisih berat hasil penimbangan (BK) dengan hasil perhitungan (B4)
= Bb – Bk x 100% = …..%
Bb
Bb = hasil perhitungan yang paling berat
Bk = hasil perhitungan yang paling ringan
V. DATA PERCOBAAN
Berat kain (warna biru) (20x20)cm = 3,601 gram
Berat 10 helai benang Lusi = 0,025 gram
Berat 10 helai benang Pakan = 0,029 gram
No Panjang benang
Lusi (cm) Pakan (cm)
1 21 21
2 20,8 20,8
3 20,65 21
4 20,6 20,9
5 20,7 20,9
6 20,4 21
7 20,7 21,1
8 21 21
9 20,7 20,9
10 20,8 21
207,35 cm 209,6 cm
20,735 cm 20,96 cm
Tetal Lusi (Helai/inch) Tetal Pakan (Helai/inch)
118 71
121 68
∑ = 239 139
= 119,5 = 69,5
Mengkeret benang Lusi : M = Pb – Pk x 100%
Pb
= 20,735 – 20 x 100%
20,735
= 3,54 %
Mengkeret benang Pakan : M = Pb – Pk x 100%
Pb
= 20,96 – 20 x 100%
20,96
= 4,58
Nomor benang Lusi:
Nm = panjang (m)
Berat (g)
= 2,07 m
0,025 g
= 82,8
Ne1 =
=
= 35,99
Tex = 1000 Td =9000
Nm Nm
= 1000 = 9000
82,8 82,8
= 12,07 = 108,69
Nomor benang Pakan :
Nm = panjang (m)
Berat (g)
= 2,09 m
0,029 g
= 72,06
Ne1 =
=
= 42,230
Tex = 1000 Td = 9000
Nm Nm
= 1000 = 9000
72,06 72,06
= 13,87 = 124,89
Berat kain
⦁ Dengan penimbangan
berat contoh x 100 = 3,601 g x 100
= 360,1 g (B1)
⦁ Dengan perhitungan
⦁ Berat Lusi = tetal (helai/cm) x 100 (panjang) x x 100 (lebar) Nm Lusi x 100
= 119,5 x 100 x x 100 82,8x 100
= 149,51 (B2)
⦁ Berat Pakan = tetal (helai/cm) x 100 (panjang) x x 100 (lebar) Nm Pakan x 100
= 69,5 x 100 x x 100 7.206 x 100
= 100,9 (B3)
⦁ Berat kain/m2 = B2 + B3
= 149,51 + 100,9
= 250,48 (B4)
⦁ Bb – Bk = 360,1 – 250,48 x 100%
Bb 360,1
= 30,4 %
Gambar anyaman :
Anyaman polos
VI. DISKUSI
Dekomposisi kain harus dilakukan pada kain dan dilakukan sebelum percobaan yang lainnya.
Dekomposisi kain harus dilakukan dengan benar,karena sangat mempengaruhi karakteristik kain itu sendiri, mulai dari berat kain, mengkeret, jumlah tetal, dan nomor benang.
Dekomposisi kain harus dilakukan dengan teliti, jangan sampai terjadi kesalahan.
Lakukan langkah kerja pengujian dengan benar agar hasil yang didapatkan sesuai.
VII. KESIMPULAN
-Berat kain contoh uji (20x20)cm = 3,601 gram
- Rata-rata jumlah tetal Lusi = 119,5 helai/cm
- Rata-rata jumlah tetal Pakan = 3,54 helai/cm
- Mengkeret benang Lusi = 4,58 %
- Mengkeret benang Pakan = 2,05 %
- Nomor benang Lusi = (Nm = 82,8), (Ne1 = 47,174), (Tex = 12,07), (Td = 108,69)
- Nomor benang Pakan = (Nm = 72,06), (Ne1 = 42,23), (Tex = 13,87), (Td = 124,89)
- Berat kain a) Dengan penimbagan = 360,1 gram
b)Dengan perhitungan = 1. Berat Lusi = 149,5
2. Berat Pakan = 100,9
3. Berat kain/m2 = 250,48
c) = 30,4 %
II
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK DAN MULUR
(CARA PITA TIRAS, PITA POTONG dan CEKAU)
Kekuatan tarik kain adalah beban maksimal yang mampu di tahan oleh contoh uji kain hingga kain tersebut putus. Sedangkan mulur kain adalah pertambahan panjang pada saat kain putus dibandingkan dengan panjang semula dinyatakan dalam persen (%). Pada pengujian kekuatan tarik dilakukan penarikan yang searah dengan sumbu benang sehingga semua benang mengalami gaya tarik dan putus.
Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Dinamometer, dimana kain dijepit oleh penjepit atas (pasif) dan penjepit bawah (aktif). Pada penjepit juga terdapat alur sehingga kain akan terjepit dengan keras. Tetapi hal ini mempunyai kelemahan yaitu pada pertemuan alur penjepit tersebut maka kain dapat dengan mudah putus sehingga putus kain kadang-kadang tidak tepat ditengah-tengah.
Pengujian ini terbagi menjadi tiga cara, yaitu:
⦁ cara jalur urai atau cara pita tiras
⦁ cara jalur potong
⦁ cara cekau
UJI KEKUATAN TARIK DAN MULUR CARA PITA TIRAS
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur beban maksimal yang dapat ditahan oleh kain hingga kain tersebut putus
dengan cara pita tiras.
II. TEORI DASAR
Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Dinamometer, dimana kain dijepit oleh penjepit atas (pasif) dan penjepit bawah (aktif). Pada penjepit juga terdapat alur/gigi sehingga kain akan terjepit dengan keras.
Pada pengujian kali ini metoda yang digunakan adalah cara pita tiras. Pengujian kekuatan tarik dengan cara pita tiras menggunakan contoh uji yang berukuran ( 20 x 3 )cm yang kemudian kedua sisi contoh uji ditiras sampai berukuran ( 20 x 2,5 )cm. Pengujian cara pita tiras dilakukan untuk kain yang mudah diurai/ditiras. Cara pita tiras ini pada saat terjadi penarikan, benang pada bagian tengah kain yang mendapatkan tarikan.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Mesin penguji kekuatan tarik/Dinamometer dengan spesifikasi :
- kecepatan penarikan = 30 ± 1 cm/menit
- jenis = ayunan
- penggerak = motor atau tangan
- waktu penarikan = 20 ± 3 detik setelah penarikan
- jarak jepit = 7,5 cm
- ukuran penjepit = (2,5 x 3,75) cm atau lebih
⦁ Beban 50,100,dan 250 kg
⦁ Kain contoh ukuran 3 x 20 cm ditiras sampai 2,5 x 20 cm
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Tiras contoh uji (3 x 20)cm sampai sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan (sisi kanan dan kiri sampai ukuran 2,5 x 20cm).
⦁ Pasang beban sesuai dengan contoh uji yang akan diuji.
⦁ Pasang contoh uji pada penjepit, dan pastikan contoh uji terjepit dengan kuat.
⦁ Hidupkan mesin. Kemudian atur posisi jarum pada posisi nol.
⦁ Injak pedal untk menjalankan mesin, kemudian tunggu hingga contoh uji mengalami tarikan dan putus.
⦁ Hentikan injakan pedal untuk menghentikan mesin dan baca kekuatan tarik dalam bentuk satuan kilogram (Kg) dan mulur (cm).
⦁ Lakukan cara pengujian tersebut untuk masing-masing contoh uji (arah Lusi dan arah Pakan).
V. DATA PERCOBAAN
Kapasitas beban yang digunakan : 50 kg
Jarak jepit : 7,5 cm
⦁ Rata – rata kekuatan tarik lusi dan pakan (kg)
Lusi = 28,3
Pakan = 18,5
⦁ Rata – rata kekuatan tarik lusi dan pakan (N)
Lusi = 28,3 x 9,8 = 277,34 N
Pakan = 18,5 x 9,8 = 181,3 N
⦁ Rata – rata mulur lusi dan pakan
Lusi
Pakan
Lusi
No Kekuatan tarik (kg) (kg) Mulur
1 23 28,09 7,5 5,47
2 31 7,29 4,5 0,43
3 31 7,29 3,5 2,75
=28,3 ∑=42,67 =5,16 ∑=8,655
Kekuatan tarik Lusi :
SD = CV = x 100%
= =
= 30,17 = 1,06 %
Mulur Lusi :
SD = CV = x 100%
= =
= 0,353 = 0,67 %
Pakan
No Kekuatan tarik (kg) (kg) Mulur
1 19 0,25 5,2 0,0009
2 18,5 0 5,5 0,07
3 18 0,25 5 0,052
=18,5 ∑=0,5 =5,23 ∑=0,1238
Kekuatan tarik Pakan :
SD = CV = x 100%
= =
= 0,353 = 0,67 %
Mulur Pakan :
SD = CV = x 100%
= =
= 0,083 = 1,59 %
VI. DISKUSI
Pada pengujian kekuatan tarik dilakukan penarikan yang searah dengan sumbu benang sehingga semua benang mengalami gaya tarik dan putus.
Pengujian kekuatan tarik cara pita tiras dilakukan dengan dinamometer. Selain mendapatkan data kekuatan tarik maka dengan alat ini didapat mulur kain sebelum putus. Pada saat pengujian, semua contoh uji dijepit pada klem atas sedangkan pada klem bagian bawah dijepit satu persatu sesuai dengan urutan yang akan diuji. Hal ini menghindari terjadinya slip pada saat penarikan yang membuat hasil tidak akurat.
Pada saat memasang contoh uji pastikan gigi-gigi penjepit menjepit contoh uji dengan kuat, sehingga kain contoh uji akan putus dengan baik, dan tidak terjadi selip.
Pada hasil pengujian cara pita tiras dengan pita potong kekuatan yang didapat pada cara pita tiras lebih besar karena semua benang mengalami gaya tarikan yang sama sehingga gaya tarik tersebar merata terhadap benang-benangnya.
VII. KESIMPULAN
- Rata-rata kekuatan tarik Lusi = 28,3 kg (277,34 N)
- Rata-rata mulur Lusi = 68,8 %
- Rata-rata kekuatan tarik Pakan = 18,5 kg (181,3 N)
- Rata-rata mulur Pakan = 69,7 %
- Standar Deviasi (SD) kekuatan tarik Lusi = 30,17
- Coevisien Variasi (CV) kekuatan tarik Lusi = 1,06 %
- Standar Deviasi (SD) mulur Lusi = 6,11
- Coevisien Variasi (CV) mulur Lusi = 1,18 %
- Standar Deviasi (SD) kekuatan tarik Pakan = 0,353
- Coevisien Variasi (CV) kekuatan tarik Pakan = 0,67 %
- Standar Deviasi (SD) mulur Pakan = 0,083
- Coevisien Variasi (CV) mulur Pakan = 1,59 %
UJI KEKUATAN TARIK DAN MULUR CARA PITA POTONG
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur beban maksimal yang dapat ditahan oleh kain hingga kain tersebut putus dengan cara pita potong.
II. TEORI DASAR
Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Dinamometer, dimana kain dijepit oleh penjepit atas (pasif) dan penjepit bawah (aktif). Pada penjepit juga terdapat alur/gigi sehingga kain akan terjepit dengan keras.
Pada pengujian kali ini metoda yang digunakan adalah cara pita potong. Pengujian kekuatan tarik dengan cara pita potong menggunakan contoh uji yang berukuran ( 20 x 2,5 ) cm tanpa ditiras. Cara ini dilakukan untuk menguji kain yang tidak dapat ditiras seperti kain yang dilapis/kain yang dikanji tebal yang sukar atau tidak mungkin untuk diurai, bahan kulit, dan lembaran palstik. Hasil kekuatan tarik antara pita potong dengan pita tiras lebih besar pita tiras (pada kain) karena pada pita tiras semua benang mengalami tarikan yang sama besar.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Mesin penguji kekuatan tarik/Dinamometer dengan spesifikasi :
- kecepatan penarikan = 30 ± 1 cm/menit
- jenis = ayunan
- penggerak = motor atau tangan
- waktu penarikan = 20 ± 3 detik setelah penarikan
- jarak jepit = 7,5 cm
- ukuran penjepit = (2,5 x 3,75) cm atau lebih
2. Beban 50,100,dan 250 kg
3. Kain contoh ukuran 2,5 x 20 cm
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Potong contoh uji sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan (2,5 x 20)cm.
⦁ Pasang beban sesuai dengan contoh uji yang akan diuji.
⦁ Pasang contoh uji pada penjepit, dan pastikan contoh uji terjepit dengan kuat.
⦁ Hidupkan mesin. Kemudian atur posisi jarum pada posisi nol.
⦁ Injak pedal untk menjalankan mesin, kemudian tunggu hingga contoh uji mengalami tarikan dan putus.
⦁ Hentikan injakan pedal untuk menghentikan mesin dan baca kekuatan tarik dalam bentuk satuan kilogram (Kg) dan mulur (cm).
⦁ Lakukan cara pengujian tersebut untuk masing-masing contoh uji (arah Lusi dan arah Pakan).
V. DATA PERCOBAAN
Kapasitas beban yang digunakan : 50 kg
Jarak jepit : 7,5 cm
⦁ Rata – rata kekuatan tarik lusi dan pakan (kg)
Lusi = 30,3
Pakan = 18,5
⦁ Rata – rata kekuatan tarik lusi dan pakan (N)
Lusi = 30,3 x 9,8 = 296,94 N
Pakan = 18,5 x 9,8 = 181,3 N
⦁ Rata – rata mulur lusi dan pakan
Lusi
Pakan
Lusi
No Kekuatan tarik (kg) (kg) Mulur
1 26 18,49 6,6 1,96
2 34 13,69 4,5 0,49
3 31 0,49 4,5 0,49
=30,3 ∑=32,67 =5,2 ∑=2,94
Kekuatan tarik Lusi :
SD = CV = x 100%
= =
= 4,03 = 0,13 %
Mulur Lusi :
SD = CV = x 100%
= =
= 1,21 = 23,2 %
Pakan
No Kekuatan tarik (kg) (kg) Mulur
1 17 2,25 5 0,25
2 18,5 0 4,5 0
3 20 2,25 4 0,25
=18,5 ∑=4,5 =4,5 ∑=0,5
Kekuatan tarik Pakan :
SD = CV = x 100%
= =
= 1,5 = 8,1 %
Mulur Pakan :
SD = CV = x 100%
= =
= 0,5 = 11,1 %
VI. DISKUSI
Prinsip pengujian pita potong sama dengan cara pita tira, yang membedakan hanya contoh ujinya.
Pada saat memasang contoh uji pastikan gigi-gigi penjepit menjepit contoh uji dengan kuat, sehingga kain contoh uji akan putus dengan baik, dan tidak terjadi selip.
Berbeda dengan cara pita tiras, cara pita potong tidak perlu dilakukan penirasan. Contoh uji langsung dipotong sesuai ukuran yang akan diuji. Cara pita potong dilakukan untuk bahan tekstil yang tidak dapat ditiras seperti kulit, kan parasit, dan lain-lain.
Pada hasil pengujian cara pita potong mempunyai kekuatan yang lebih kecil daripada cara pita tiras (untuk kain yang sama) karena pada saat pemotongan contoh uji tidak lurus sesuai benang-benang yang akan diuji sehingga jumlah total benang yang mengalami tarikan lebih sedikit daripada cara pita tiras. Hal ini terjadi karena pada saat pemotongan miring sehingga terdapat benang yang terpotong sebagian.
VII. KESIMPULAN
- Rata-rata kekuatan tarik Lusi = 30,3 kg (296,94 N)
- Rata-rata mulur Lusi = 69,3 %
- Rata-rata kekuatan tarik Pakan = 18,5 kg (181,3 N)
- Rata-rata mulur Pakan = 60 %
- Standar Deviasi (SD) kekuatan tarik Lusi = 4,03
- Coevisien Variasi (CV) kekuatan tarik Lusi = 0,13 %
- Standar Deviasi (SD) mulur Lusi = 1,21
- Coevisien Variasi (CV) mulur Lusi = 23,2 %
- Standar Deviasi (SD) kekuatan tarik Pakan = 1,5
- Coevisien Variasi (CV) kekuatan tarik Pakan = 8,1 %
- Standar Deviasi (SD) mulur Pakan = 0,5
- Coevisien Variasi (CV) mulur Pakan = 11,1 %
UJI KEKUATAN TARIK CARA CEKAU
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur beban maksimal yang dapat ditahan oleh kain hingga kain tersebut putus dengan cara pita potong.
II. TEORI DASAR
Pengujian cara cekau umum dipakai untuk kain baik yang dapat diurai (tidak dilapisi) dan kain yang dilapisi . Pengujian cara cekau lebih disukai dibandingkan dengan cara jalur urai, hal ini disebabkan pembuatan contoh uji ssangat sederhana. Kain digunting dengan ukuran 10 cm x 15 cm arah lusi / pakan kemudian bisa langsung diuji. Hasil pengujian dengan cara cekau akan menghasilkan nilai kekuatan tarik lebih dari cara – cara lainnya karena benang – benang yang berdekatan akan menderita sebagian beban sehingga mempengaruhi kekuatan tarik dari yang sebenarnya ditarik yaitu 2,5 cm. Pengujian kekuatan tarik cara cekau lebih menyerupai pemakaian kain yang sebenarnya.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat uji kekuatan tarik sistem laju mulur (instron)
⦁ Jarak jepit 2,5 cm
⦁ Kecepatan penarikan 200 mm/menit
⦁ Ukuran klem (7,5 x 2,5) cm
⦁ Beban 50 kg
⦁ Kertas grafik
⦁ Tinta / pena
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Potong kain contoh uji dengan panjang 15 cm dan lebar 10 cm
⦁ Membuat 3 contoh uji ke arah lusi dan pakan
⦁ Mengatur kedudukan jarak jepi 7,5 cm
⦁ Memilih beban yang sesuai
⦁ Memasangkan contoh uji pada penjepit atas dan penjepit bawah
⦁ Mesin dijalankan
V. DATA PERCOBAAN
Kapasitas beban yang digunakan : 50 kg
⦁ Rata – rata kekuatan tarik lusi dan pakan (kg)
Lusi = 43,3
Pakan = 25,6
Lusi
No Kekuatan tarik (kg) (kg)
1 45,5 4,84
2 42,5 0,64
3 42 1,69
=43,3 ∑=7,17
Kekuatan tarik Lusi :
SD = CV = x 100%
= =
= 1,093 = 2,39 %
Pakan
No Kekuatan tarik (kg) (kg)
1 26,5 0,81
2 25,5 0,01
3 25 0,36
=25,6 ∑=1,18
Kekuatan tarik Pakan :
SD = CV = x 100%
= =
= 0,768 = 3 %
VI. DISKUSI
Pada pengujian kekuatan tarik dilakukan penarikan yang searah dengan sumbu benang sehingga semua benang mengalami gaya tarik dan putus.
VII. KESIMPULAN
- Rata-rata kekuatan tarik Lusi = 43,3 kg
- Rata-rata kekuatan tarik Pakan = 25,6 kg
- Standar Deviasi (SD) kekuatan tarik Lusi = 1,093
- Coevisien Variasi (CV) kekuatan tarik Lusi = 2,39 %
- Standar Deviasi (SD) kekuatan tarik Pakan = 0,768
- Coevisien Variasi (CV) kekuatan tarik Pakan = 3 %
III
PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN
(CARA ELMENDORF, CARA TRAPESIUM DAN CARA LIDAH)
Uji kekuatan Sobek
Pada prinsipnya pengujian ini untuk mengukur beban / daya tahan maksimal yang dapat ditahan oleh suatu kain hingga kain tersebut putus seratnya.
Kekuatan sobek adalah gaya impact rata-rata yang diperlukan untuk menyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal. Gaya ini sama dengan kerja yang dilakukan untuk menyobek contoh uji dibagi dua kali panjang sobek.
Pengujian kekuatan sobek ini terbagi menjadi tiga cara, yaitu:
⦁ cara elmendoft
⦁ cara lidah
⦁ cara trapesium
Cara lidah dan trapesium menggunakan alat yang sama yaitu menggunakan “INSTRON”. Perbedaannya hanya pada bentuk contoh uji yang berbeda dan jarak klem yang berbeda pula. Sedang cara elmendorf pengujiannya menggunakan sistem balistik yang menyobek kain sekaligus, cara ini digunakan untuk kain yang relatif kuat.
UJI KEKUATAN SOBEK CARA ELEMENDORF
⦁ MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur beban maksimal yang dapat ditahan oleh kain contoh uji sehingga putus seratnya dan dilakukan dengan cara Elmendorf (pendulum),disobek dengan cara diayun.
II. TEORI DASAR
Pada prinsipnya pengujian ini dilakukan untuk mengukur beban / daya tahan maksimal yang dapat ditahan oleh suatu kain hingga kain tersebut putus seratnya.
Kekuatan sobek adalah gaya impact rata-rata yang diperlukan untuk menyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal. Gaya ini sama dengan kerja yang dilakukan untuk menyobek contoh uji dibagi dua kali panjang sobek.
Pada uji kekuatan sobek dengan elemendrof contoh uji berukuran (10,2 7,5)cm2 . Pada bagian tengah atasnya terdapat potongan berukuran 1,2 1,2 dan pada saat diuji diberi sobekan awal pada bagian tersebut. Pemberian bentuk seperti ini akan mempermudah penyobekan dan sobekan yang terbentuk akan lurus sehingga semua benang mengalami gaya yang merata.
1,2 cm
1,2 cm
Sobekan awal
10,2 cm
7,5 cm
Pada alat elemendrof kapasitas yang digunakan yaitu 1600 g, 3200 g, dan 6400 g, kapasitas yang digunakan sesuai dengan jenis kain (kekuatan), karena kegunaan kainnya berbeda-beda. Pada alat ini terdapat skala angka yang menunjukkan perbandingan antara kekuatan kain terhadap beban (gaya yang diberikan). Karena pada alat ini skala yang dapat dibaca hanya berkisar antara skala 20-65.jika pembacaan skala lebih kecil dari 20 maka beban (kapasitas) harus diganti dengan yang mempunyai beban yang lebih kecil.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Pendulum (Elmendorf) penguji sobek, dengan kapasitas alat :
1600 g, 3200 g, dan 6400 g.
⦁ Kain contoh uji ukuran 10,2 x 7,5 cm
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Pilih pendulum dengan kapasitas alat yang sesuai dengan contoh uji, sehingga kekuatan sobek dapat terbaca antara 20 – 65 % dari skala maksimum.
⦁ Pendulum diposisikan sampai kedudukan siap ayun, kemudian jarum penunjuk berimpit dengan garis indeks yang terdapat pada pendulum.
⦁ Contoh uji dipasang pada sepasang penjepit hingga terletak ditengah-tengah dan tepi bawah contoh uji segaris dengan dasar penjepit, kedua penjepit dirapatkan dengan memutar sekrup pengencang sehingga tekanan jepitan kedua penjepit sama besar.
⦁ Lakukan penyobekan awal pada contoh uji dengan menekan batang pisau.
⦁ Setelah dibuat sobekan awal penahan pendulum ditekan sampai beberapa kali ayunan, kemudian pendulum ditangkap dengan tangan tanpa mengubah kedudukan jarum.
⦁ Kekuatan sobek dapat dibaca pada skala dalam satuan persen.
⦁ Catat kedudukan jarum pada skala untuk masing-masing contoh uji (Lusi dan Pakan).
V. DATA PERCOBAAN
Kapasitas alat yang digunakan = 3200 gram.
Kekuatan sobek = = .......gram
No Lusi
Kekuatan sobek (gram) Skala Elmendorf ( gram )
1. 58 / 100 x 3200 = 1856 g 58 4
2. 54 / 100 x 3200 = 1728 g 54 4
3. 56 / 100 x 3200 = 1792 g 56 0
∑ 5376 g 168 8
1792 g 56 -
SD = CV = x 100%
= =
= 2 = 3,57 %
No Pakan
Kekuatan sobek (gram) Skala Elmendorf ( gram )
1. 41 / 100 x 3200 = 1312 g 41 0,09
2. 39 / 100 x 3200 = 1248 g 39 5,29
3. 44 / 100 x 3200 = 1408 g 44 7,29
∑ 3968 g 124 12,6
1322 g 41,3 -
SD = CV = x 100%
= =
= 1,58 = 3,82 %
VI. DISKUSI
Pada pengujian elemendorf harus dilakukan dengan hati-hati.
Sebelum dilakukan pengujian, alat elmendorf harus dikalibrasi terlebih dahulu.
Gunakan beban yang sesuai dengan kain contoh uji.
Pada saat melakukan pengujian, pastikan contoh uji terpasang dngan benar dan sudah terpasang dengan kuat, dan jangan lupa beri sobekan awal.
Jika contoh uji tidak terpasang dengan kuat, contoh uji tidak akan sobek, melainkan lepas dari penjepit contoh uji.
VII. KESIMPULAN
⦁ Rata-rata kekuatan sobek Lusi = 1792 gram
⦁ Rata-rata kekuatan sobek Pakan = 1322,6 gram
⦁ Standar Deviasi (SD) Lusi = 2
⦁ Coevisien Variasi (CV) Lusi = 3,57 %
⦁ Standar Deviasi (SD) Pakan = 1,58
⦁ Coevisien Variasi (CV) Pakan = 3,82 %
UJI KEKUATAN SOBEK CARA LIDAH
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur beban maksimal yang dapat ditahan oleh kain contoh uji sehingga putus seratnya dan dilakukan dengan cara lidah.
II. TEORI DASAR
Pada prinsipnya pengujian ini dilakukan untuk mengukur beban / daya tahan maksimal yang dapat ditahan oleh suatu kain hingga kain tersebut putus seratnya.
Kekuatan sobek adalah gaya impact rata-rata yang diperlukan untuk menyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal. Gaya ini sama dengan kerja yang dilakukan untuk menyobek contoh uji dibagi dua kali panjang sobek.
Pada pengujian kekuatan sobek cara lidah maka contoh uji dibuat seperti gambar dibawah
7,5 cm
20 cm
Bentuk lidah merupakan bagian yang akan dipegang oleh penjepit, sehingga sobekan akan megarah pada sobekan untuk lidah tersebut. Pada pengujian sobek lidah ini dilakukan pada alat instron sehingga hasil pengujian tampak pada skala diagram atau grafik. Pada grafik tersebut akan tampak beberapa puncak dan lembah. Untuk pengujian sobek lidah data yang diambil merupakan puncak-puncak dari grafik tersebut kemudian dibandingkan dengan skala dan beban yang digunakan.
Untuk cara lidah dan trapesium menggunakan alat yang sama yaitu menggunakan “INSTRON”. Perbedaannya hanya pada bentuk contoh uji dan jarak jepitnya.
Prinsip pengujianya yaitu apabila sepotong kain digunting menjadi dua sampai kira-kira setengahnya, kain lalu disobek dengan cara memegang kedua lidah lalu ditarik.
Pengujian dengan cara lidah dilakukan pada kain yang seimbang, kain dengan tetal lusi lebih dari tetal pakan, apabila disobek pada arah lusi, maka arah sobekan pada saat pengujian akan berubah ke arah pakan yang lebih lemah. Karena pengujianya menggunakan alat instron sehingga hasil pengujian tampak pada skala diagram atau grafik. Pada grafik tersebut akan tampak beberapa puncak dan lembah. Untuk pengujian sobek lidah data yang diambil merupakan puncak-puncak dari grafik tersebut.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Alat uji kekuatan tarik sistim laju mulur tetap (instron)
⦁ - jarak jepit 7,5 cm
⦁ - kecepatan penarikan 30 ± 1 cm/menit
⦁ - ukuran klem (7,5 x 2,5) cm
⦁ - beban 10kg
⦁ Kain contoh uji ukuran 20 x 7,5 cm
⦁ Kertas grafik
⦁ Pena/tinta
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Pasang contoh uji pada klem atas dan bawah kemudian kencangkan baut klem atas dan bawah.
⦁ Pindahkan swicth pengaturan penarikan dan mulur pada grafik ke posisi bawah.
⦁ Tekan tombol on maka klem atas akan bergerak naik keatas , perhatikan data/gambar grafik sampai 5 titik.
⦁ Tekan tombol stop (warna merah).
⦁ Swicth pengatur penarikan dan mulur pada grafik dikembalikan pada posisi semula (atas).
⦁ Tekan tombol turun agar klem kembali pada posisi awal.
⦁ Catat puncak tertinggi pada grafik.
V. DATA PERCOBAAN
Lusi :
No Kekuatan sobek (kg)
1 3,7 0,0576
2 3,6 0,0196
3 3,5 0,0016
4 3,3 0,0025
5 3,2 0,0676
= 3,46 ∑ = 0,1489
SD = CV = x 100%
= = = 0,192 = 5,55 %
Pakan :
No Kekuatan sobek (kg)
1 2,7 0,09
2 2,5 0,01
3 2,4 0
4 2,3 0,01
5 2,1 0,09
= 2,4 ∑ = 0,2
SD = CV = x 100%
= = = 0,223 = 9,31 %
VI. DISKUSI
Uji kekuatan sobek cara lidah dilakukan dengan alat Instron, pada pengujian ini hasil yang didapat berupa grafik.
Sebelum dilakukan pengujian, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu, kita pastikan pula bahwa pena/tinta dapat berfungsi.
Ketika memasang contoh uji, harus dipasang dengan kuat pada penjepit agar sobekan dapat sempurna.
Pada waktu mencatat hasil kekuatan sobek, harus benar-benar teliti dalam menentukan 5 puncak tertinggi pada grafik.
VII. KESIMPULAN
⦁ Rata-rata kekuatan sobek Lusi = 3,46 kg
⦁ Standar Deviasi (SD) kekuatan sobek Pakan = 0,192
⦁ Coevisien Variasi (CV) kekuatan sobek Pakan = 5,55 %
⦁ Rata-rata kekuatan sobek Lusi = 2,4 kg
⦁ Standar Deviasi (SD) kekuatan sobek Lusi = 0,223
⦁ Coevisien Variasi (CV) kekuatan sobek Lusi = 9,31 %
UJI KEKUATAN SOBEK CARA TRAPESIUM
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur beban maksimal yang dapat ditahan oleh kain contoh uji sehingga putus seratnya dan dilakukan dengan cara trapesium.
II. TEORI DASAR
Pada prinsipnya pengujian ini dilakukan untuk mengukur beban / daya tahan maksimal yang dapat ditahan oleh suatu kain hingga kain tersebut putus seratnya.
Kekuatan sobek adalah gaya impact rata-rata yang diperlukan untuk menyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal. Gaya ini sama dengan kerja yang dilakukan untuk menyobek contoh uji dibagi dua kali panjang sobek.
Pada pengujian kekuatan sobek cara trapesium maka contoh uji dibuat seperti trapesium yaitu seperti gambar dibawah :
2,5cm sobekan awal 1cm
7,5cm
2,5cm 10 cm 2,5cm
15 cm
Bentuk trapesium merupakan batas yang akan dijepit oleh penjepit. Berbeda dengan pengujian sobek lidah, pengujian sobek cara trapesium penarikan yang dilakukan tegak lurus dengan arah sobekan. Sedangkan pada cara lidah penarikan dilakukan sejajar terhadap arah sobekan.
Pengujian ini meniru keadaan dari kejadian sebagai berikut, : apabila sepotong kain ditarik dan digunting pada bagian pinggir kain dan contoh dipegang dengan kedua tangan, lalu disobek mulai dari sobekan yang telah dibuat.
Pada pengujian sobek lidah ini dilakukan pada alat instron sehingga hasil pengujian tampak pada skala diagram atau grafik. Pada grafik tersebut akan tampak beberapa puncak dan lembah. Untuk pengujian sobek lidah data yang diambil merupakan 5 puncak dan 5 lembah dari grafik tersebut kemudian dibandingkan dengan skala dan beban yang digunakan dan diambil harga rata-rata tersebut.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Alat uji kekuatan tarik sistim laju mulur tetap (instron)
⦁ - jarak jepit 2,5 cm
⦁ - kecepatan penarikan 200 mm/menit
⦁ - ukuran klem (7,5 x 2,5) cm
⦁ - beban 20kg
⦁ Kain contoh uji ukuran (15 x 7,5) cm
⦁ Kertas grafik
⦁ Pena/tinta
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Gunting contoh uji sepanjang 1 cm, usahakan agar menggunting tepat pada bagian tengah contoh uji.
⦁ Tentukan jarak jepit sesuai dengan jenis pengujian.
⦁ Pasang contoh uji pada klem atas dan bawah kemudian kencangkan baut klem atas dan bawah.
⦁ Pindahkan swicth pengaturan penarikan dan mulur pada grafik ke posisi bawah.
⦁ Tekan tombol “ON” maka klem atas akan bergerak naik keatas , perhatikan data/gambar grafik sampai 5 titik.
⦁ Tekan tombol stop (warna merah).
⦁ Swicth pengatur penarikan dan mulur pada grafik dikembalikan pada posisi semula (atas).
⦁ Tekan tombol turun agar klem kembali pada posisi awal.
⦁ Jika penarikan grafik tidak berada pada posisi “O” ( dari grafik) maka swicth pengatur pena tarik ke bawah lalu dikembalikan lagi.
⦁ Catat 5 puncak tertinggi dan 5 puncak terendah pada grafik.
V. DATA PERCOBAAN
Sobek Pakan :
Daerah Harga Tinggi (kg) Harga Rendah (kg)
1 7,6 3,6 5,6 0
2 7,4 3,8 5,6 0
3 7,3 4 5,65 0,025
4 7,2 4,2 5,7 0,01
5 7 4,6 5,8 0,04
=7,3 =4,04 =5,6 ∑ =0,075
SD = CV = x 100%
= = = 0,136 = 2,4 %
Sobek Lusi :
Daerah Harga Tinggi (kg) Harga Rendah (kg)
1 17,8 7,2 12,5 2,958
2 14,6 7,8 11,2 0,176
3 14,2 8 11,1 0,102
4 10,6 8,2 9,4 1,904
5 10,4 9 9,7 1,166
=13,5 =8,04 =10,78 ∑ =6,306
SD = CV = x 100%
= = = 1,255 = 11,6 %
VI. DISKUSI
Kekuatan sobek trapesium pada prinsipnya sama dengan pengujian kekuatan sobek cara lidah, yang membedakan hanya contoh uji dan jarak jepitnya.
Sebelum dilakukan pengujian alat instron harus dikalibrasi dan pastikan penanya dapat berfungsi.
Pemasangan contoh uji bagian atas dan bawah penjepit harus pas pada garis trapesium contoh uji.
Catat hasil pengujian pada 5 puncak tertinggi dan 5 puncak terendah.
VII. KESIMPULAN
⦁ Rata-rata puncak tertinggi sobek Lusi = 13,5 kg
⦁ Rata-rata puncak terendah sobek Lusi = 8,04 kg
⦁ Rata-rata pembacaan skala sobek Lusi = 10,78 kg
⦁ Standar Deviasi (SD) sobek Lusi = 1,255
⦁ Coevisien Variasi (CV) sobek Lusi = 11,6 %
⦁ Rata-rata puncak tertinggi sobek Pakan = 7,3 kg
⦁ Rata-rata puncak terendah sobek Pakan = 4,04 kg
⦁ Rata-rata pembacaan skala sobek Pakan = 5,6 kg
⦁ Standar Deviasi (SD) sobek Pakan = 0,136
⦁ Coevisien Variasi (CV) sobek Pakan = 2,4 %
IV
TAHAN GOSOK KAIN
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengetahui pengaruh penggosokan terhadap kain contoh uji.
II. TEORI DASAR
Pada kain, ketahanan terhadap gosokan adalah salah satu penentu mutu kain. Karena pada uji ini berhubungan dengan seberapa kali gosokan yang dapat ditahan oleh kain hingga serat-serat yang ada pada kain putus atau dengan kata lain keusangan dari kain itu sendiri.
Keawetan kain(serviceability) adalah lamanya suatu kain bisa dipakai sampai tidak bisa dipakai lagi karena suatu sifat yang penting telah rusak, misalnya karena warna sudah berubah, mengkeret atau cembung pada siku dan lutut. Jadi keawetan tidak diuji dan ia tergantung dari lamanya dipakai atau jumlah berapa kali pakai.
Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-seratnya putus atau lepas.
Alatnya martindale wear and abrasion tester.
- Beban penekan pada alat 19kPa untuk kain dengan berat <150 g/m2.
- Beban penekan pada alat 12kPa untuk kain dengan berat 151-300 g/m2.
Dibawah contoh uji diberi poliuretan (busa) agar kain tidak langsung bergesekan dengan baja.
Cara menilai kerusakan akibat gosok :
⦁ Kenampakan dari contoh yang tidak tergosok.
⦁ Jumlah gosokan sampai berlubang dan putus.
⦁ Kehilangan atau pengurangan berat.
⦁ Perubahan tebal kain.
⦁ Kehilangan kekuatan kain.
⦁ Perubahan sifat.
⦁ Pengujian mikroskopik.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Martindale Wear and Abrasion Tester
2. Beban : > 150 g/m2 = 12 Kpa
< 150 g/m2 = 9 Kpa
⦁ kain Contoh diameter 4cm
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Timbang contoh uji dengan neraca analitis dan ukur tebal contoh uji.
⦁ Letakkan cincin dudukan contoh uji pada dudukan pengencang. Pasang setiap contoh uji pada cincin dudukan contoh uji dengan bagian permukaan contoh uji menghadap ke bawah. Pasang secara hati-hati penekan contoh uji agar kedudukan contoh uji tepat ditengah. Sisipkan alas contoh uji poliuretan yang berukuran sama dengan contoh uji.
⦁ Pasang badan pemegang contoh uji kencangkan dengan tangan, jaga agar contoh uji tidak terlipat kemudian kencangkan lagi dengan alat pengencang.
⦁ Pasang pengencang contoh uji pada meja beban.
⦁ Setelah contoh uji mengalami gosokan ambil contoh uji.
⦁ Timbang contoh uji dengan neraca analitis dan ukur tebal contoh uji. Bandingkan dengan penimbangan dan pengukuran tebal yang pertama.
V. DATA PERCOBAAN
Beban penekan yang digunakan 9+/0,2 kPa
No Berat contoh uji Tebal contoh uji
awal akhir awal Akhir
1 0,201 0,16640 0,203 0,16696
2 0,201 0,16678 0,203
0,16614
3 0,201 0,16600 0,202 0,16584
4 0,201 0,16475 0,202 0,16432
∑ 0,84 0,66393 0,81 0,66326
=0,201 =0,16598 =0,2025 =0,16581
Persentase pengurangan berat = x 100%
= x 100%
= 0,10242 %
Persentase pengurangan tebal = x 100%
Karena terjadi penambahan tebal kain, maka :
= x 100%
= x 100%
= 0,746 %
VI. DISKUSI
Kain sering mengalami gosokan sehingga ketahanan gosok kain akan mementukan mutu kain. Kain yang tidak tahan gosok akan mudah timbul bulu pada permukaannya atau mudah berlubang jika terkena gosokan.
Setelah penggosokan maka pada kain terdapat kemungkinan berat bertambah atau berkurang. Pada permukaan kain akan timbul bulu-bulu sehingga tebal kain akan bertambah. Pada pengujian yang dilakukan tidak sampai kain berlubang sehingga yang diukur hanya perubahan berat dan ketebalan kain sehingga hal ini belum mewakili semua ketahanan gosok kain. Jika dilakukan sampai kain berlubang maka akan memerlukan waktu yang lama.
Pada waktu pengujian dilakukan pastikan contoh uji terpasang dengan benar, dan dibawah contoh uji sudah diberi poliuretan (busa).
Penimbangan berat dan pengukuran ketebalan kain harus dilakukan sebelum dan sesudah pengujian.
Penimbangan dan pengukuran tebal kain harus dilakukan dengan teliti agar hasilnya dapat akurat.
VII. KESIMPULAN
⦁ Persentase pengurangan berat = 0,10242 %
⦁ Persentase penambahan tebal kain = 0,746 %
V
PILLING
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengetahui pengaruh penggosokan terhadap kain contoh uji.
II. TEORI DASAR
Pilling kain telah lama dianggap sebagai cacat terutama pada kain rajut, karena benang rajut dibuat dari benang – benang rendah twist, Pilling ini akan lebih parah lagi jika timbul pada serat buatan.
Interpretasi hasil pengujian pilling, sebagai berikut:
⦁ Banyaknya pilling, diperlihatkan oleh standar yang diperuntukkan , tidak akan dihasilkan oleh tiap orang, tetapi hanya oleh orang yang bekerja keras dengan menggunakan baju itu.
⦁ Pengalaman menunjukkan, kalau piling hanya muncul di bagian – bagian tertentu saja, seperti leher, tepi siku, lipatan lengan.
⦁ Ditinjau dari segi pilling ini, maka kemeja blouse dan pakaian merupakan pemakaian akhir yang kritis
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Alat uji buatan ICI
⦁ Tabung karet atau poliuretan
⦁ Gunting
⦁ Mistar
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Potong kain dengan ukuran 5 inc x 5 inc, kemudian jahit supaya kencang
⦁ Masukan tabung dari karet ke dalam contoh uji yang berbentuk silinder
⦁ Tutup ujung potongan kain dengan Cellophane
⦁ Putar alat
V. DATA PERCOBAAN
5000 putaran
60 rpm
VI. DISKUSI
Kain sering mengalami gosokan sehingga ketahanan gosok kain akan mementukan mutu kain. Kain yang tidak tahan gosok akan mudah timbul bulu pada permukaannya atau mudah berlubang jika terkena gosokan.
Banyaknya pilling, diperlihatkan oleh standar yang diperuntukkan.
VII. KESIMPULAN
Setelah dilakukan uji pilling hasilnya sama dengan foto/gambar no.4
VI
PENGUJIAN KEKAKUAN KAIN
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur besarnya kekakuan kain dari contoh uji.
II. TEORI DASAR
Telah lama penyelidikan dilakukan untuk menentukan metode yang bisa mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan drape. Untuk itu ada dua hal yang utama telah dilakukan. Pertama, pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan drape, dan design instrument yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu. Kedua, menggunakan teknik-teknik statistic unutk menemukan kesimpulan mengenai hubungan antara hasil-hasil pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh para penilai.
Kekakuan lentur adalah besarnya momen pada ujung kain dengan lebar kain tertentu membentuk lengkungan tertentu.
Alat untuk pengujian kekakuan kain yaitu “Shiley” Stiffness tester.
Menentukan kekakuan kain dengan “Shirley” stiffness tester prinsipnya sebagai berikut :
Pita kain contoh yang berukuran 20 cm x 2,5 cm disangga oleh bidang datar yang bertepi. Pita tersebut digeser kearah memanjang dan ujung pita bergantung / melengkung karena beratnya sendiri. Kalau pita itu sudah melengkung sedemikian, hingga ujungnya tepat sampai pada bidang yang miring dengan sudut 41,50 terhadap bidang datar tadi (lihat gambar dibawah) , maka dari panjang kain yang menggantung dan sudut dapat diperhitungkan parameter-parameter berikut.
Prinsip Mengukur Kekakuan
⦁ Blending Length, C
Adalah panjang kain yang melengkung karena beratnya sendiri pada suatu pemanjangan tertentu. Ini merupakan ukuran kekakuan yang menentukan mutu Draping.
⦁ Flexual rigidity, G
Adalah ukuran kekakuan yang diasosiasikan dengan pegangan. Abbott menyarankan bahwa nilai flexural rigidity yang ditentukan dengan alat menunjukkan hubungan baik dengan penentuan kekakuan yang dilakukan oleh orang.
⦁ Blending Modulus, Q
Nilai ini tergantung daripada luas pita dan bias dianggap sebagai “kekakuan yang sebenarnya”. Nilai ini bisa dipakai untuk membandingkan kekakuan bahan pada kain dengan tebal yang berbeda-beda. Tetal kain diukur dengan tekanan 1 lb/m2.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Shirley Stiffness Tester
2. Kain contoh uji ukuran (2,5 x 20)cm
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Alat stiffness tester diletakkan sejajar dengan penguji.
⦁ Contoh uji diberi tanda pada 4bagian, yaitu bagian depan atas, depan bawah, belakang atas, dan belakang bawah (masing-masing lusi dan pakan).
⦁ Contoh uji diletakkan pada bidang dengan tepi depan bidang datar.
⦁ Letakkan penggeser (mistar) pada contoh uji sehingga skala nol satu garis dengan garis petunjuk.
⦁ Dorong penggeser (mistar) kedepan sehingga contoh uji akan menjulur keluar dari tepi depan bidang datar dan melengkung ke bawah sesuai dengan beratnya.
⦁ Penggeser terus didorong hingga tepi depan contoh uji sebidang/tepat dengan garis pada stiffness tester,kita dapat melihatnya pada cermin di stiffness tester. Apabila contoh uji terpuntir, titik tengah tepi depan contoh uji harus sebidang dengan garis tersebut.
⦁ Setelah tepi depan contoh uji sejajar/sebidang dengan garis, panjang lengkung dibaca dalam satuan cms.
⦁ Cara pengujian tersebut diatas diulangi untuk masing-masing 4 bagian contoh uji. Jadi setiap satu contoh uji dilakukan 4 kali pengujian.
V. DATA PERCOBAAN
⦁ Alat yang digunakan : Stifness Tester
⦁ Ukuran contoh uji : (2,5 x 20) cm ( 3L & 3P )
⦁ Contoh uji arah lusi
No I II III
1 1,7 cms 1,85 cms 1,85 cms
2 1,65 cms 1,65 cms 1,8 cms
3 1,65 cms 1,65 cms 1,65 cms
4 1,75 cms 1,45 cms 1,55 cms
1,68 cms 1,65 cms 1,71 cms = 1,68 cms
⦁ Contoh uji arah pakan
No I II III
1 1,6 cms 1,3 cms 1,4 cms
2 1,35 cms 1,4 cms 1,4 cms
3 1,4 cms 1,35 cms 1,35 cms
4 1,55 cms 1,3 cms 1,3
1,47 cms 1,33 cms 1,38 cms = 1,38 cms
PERHITUNGAN
⦁ Panjang lengkung rata-rata Lusi (CL)
= = = 1,68 cms.
⦁ Panjang lengkung rata-rata Pakan (CP)
= = = 1,38 cms.
⦁ Kekakuan lentur Lusi
GL = 0,1 x W(m2) x CL3
= 0,1 x 90,025 mg x (1,68)3
= 42,6 mg/cm
⦁ Kekakuan lentur Pakan
GP = 0,1 x W(m2) x CP3
= 0,1 x 90,025 mg x (1,38)3
= 23,6 mg/cm
⦁ Kekakuan total
GT =
=
=
= 31,70 mg/cm
⦁ Bending Modulus
Q = 12 GT x 10-6
g3
= 12 x 31,70 mg/cm x 10-6
(0,0201 cm)3
= 46,84 kg/cm2
VI. DISKUSI
Pada pengujian kekakuan kain, kain harus disetrika terlebih dahulu (paling tidak 1hari sebelum pengujian dilakukan) agar kain tidak terlipat sehingga tidak akan mempengaruhi pada saat pengujian.
Pada saat pengujian harus dengan cermat dalam mengamati posisi ujung kain, perhatikan dan pastikan bahwa ujung contoh uji sudah sejajar dengan garis yang terlihat pada cermin.
Jika ujung contoh uji melintir, maka kita sejajarkan bagian tengah ujung contoh uji dengan garis pada cermin. Kemudian baca hasilnya pada mistar dengan satuan cms (centimeter skala) yaitu dua kali lipat cm biasa.
VII. KESIMPULAN
⦁ Panjang lengkung rata-rata Lusi = 1,68 cms
⦁ Panjang lengkung rata-rata Pakan = 1,38 cms
⦁ Kekakuan lentur Lusi = 42,6 mg/cm
⦁ Kekakuan lentur Pakan = 23,6 mg/cm
⦁ Kekakuan total = 31,70 mg/cm
⦁ Bending modulus = 46,84 kg/cm2
VII
KEMAMPUAN KAIN KEMBALI DARI KEKUSUTAN
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur kemampuan kain untuk kembali dari sudut kusut.
II. TEORI DASAR
Terdapat dua istilah yang biasa digunakan dalam pengujian ini, ketahanan terhadap kekusutan ( crease resistance ) dan kemampuan kembali dari kusut (crease recovery ). Bila suatu bahan tekstil jelek crease resistancenya, maka jelek pula cresae recoverynya atau dengan kata lain kain tersebut mudah kusut.
Masalah ini penting karena menyangkut masalah kenampakan atau keindahan kain.
Ketentuan dari sudut kusut :
Sudut kusut > 1350 Baik sekali
125 – 1350 Baik
115 – 1250 Cukup
< 1150 Kurang
Tahan kusut kain dipengaruhi oleh konstruksi kain, jenis serat penyusun kain dan stabilitas dimensi kain. Untuk kain-kain yang stabilitas dimensinya baik maka sifatnya akan lebih tahan kusut dibandingkan dengan serat yang stabilitasnya jelek.
Kemampuan kembali kain dari kekusutan adalah sifat dari kain yang memungkinkannya untuk kembali dari lipatan.
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur sudut kembali dari kain yang dilipat setelah beban dengan berat tertentu (500 atau 800 gram) pada waktu tertentu (5 atau 3 menit) diangkat dari atas kain atau contoh uji Wrinkle Recovery Tester.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Crease Recovery Tester, yang dilengkapi dengan :
- beban penekan 500 gram (AATCC) atau 800 gram (shirley)
- busur derajat pengukur sudut kembali dari lipatan
- lempeng pemegang contoh uji
- jarum penunjuk skala
2. Kain contoh uji ukuran 1,5 x 4 cm
3. Pinset
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Lipat contoh uji menjadi 2 bagian kearah panjang(masing-masing contoh uji lusi dan pakan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian muka dan bagian belakang) kemudian letakkan dibawah beban seberat 500 gram dan diamkan selama 5 menit. Jika menggunakan beban seberat 800 gram, diamkan selama 3 menit.
⦁ Setelah 5 menit atau 3 menit(jika menggunakan beban 800 gram) ambil salah satu ujung contoh uji kemudian ujung yang lainnya masukkan pada penjepit yang ada pada alat. Dengan posisi bagian lipatan menempel tepat pada ujung penjepit dan ujung lainnya yang menjuntai segaris dengan penunjuk horizontal. Diamkan selama 5 menit atau 3 menit (jika menggunakan beban 800 gram).
⦁ Setelah itu contoh uji yang menjuntai diatur kembali posisinya agar segaris dengan garis penunjuk horizontal, baca sudut kembali sampai derajat terdekat dari busur derajat.
⦁ Catat besarnya sudut kembali dengan satuan derajat.
⦁ Pengujian dilakukan untuk lipatan arah muka dan belakang pada contoh uji yang berbeda.
V. DATA PERCOBAAN
- Beban penekan 800 gram (shirley)
- Lama waktu pembebanan dan pembacaan skala yaitu 3 menit
Harga rata-rata sudut kembali dari lipatan arah muka dan arah belakang masing-masing untuk :
Contoh uji arah Lusi
Bagian Harga sudut kembali
Muka 1 1540
Muka 2 1270
= 140,50
Belakang 1 1650
Belakang 2 1480
= 156,50
KEKUSUTAN LUSI = 154+127+165+148 / 4
= 148,5O
Contoh uji arah Pakan
Bagian Harga sudut kembali
Muka 1 1500
Muka 2 1450
= 147,50
Belakang 1 1430
Belakang 2 1260
= 134,50
KEKUSUTAN PAKAN = 150+145+143+126 / 4
= 141O
VI. DISKUSI
Pengujian tahan kusut diperlukan untuk mengetahui mutu kain dari faktor tahan kusut. Tahan kusut sangat berpengaruh terhadap mutu karena akan mempengaruhi kenampakan kain dan stabilitas dimensi kain. Makin besar sudut kembali dari kusut maka tahan kusut kain tersebut akan semakin baik.
Pada waktu melipat contoh uji, lipatan tidak boleh tepat pada besi penjepit, karena akan mempengaruhi pada hasil pengujian.
Pengujian dengan shirley (beban 800 gram) akan lebih cepat dibandingkan dengan AATCC (beban 500 gram).
Waktu pemberian beban dan pembacaan skala harus tepat, serta pada waktu membaca skala sudut kembali contoh uji harus benar2 sejajar dengan garis.
VII. KESIMPULAN
⦁ Rata-rata sudut kembali arah Lusi = 148,50
⦁ Rata-rata sudut kembali arah Pakan = 1410
Kemampuan kain untuk kembali dari lipatan atau kekusutan adalah > 1350 sehingga dapat dikatakan kemampuan kembali dari kekusutan sangat baik.
VIII
UJI KELANGSAIAN KAIN (DRAPE)
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengetahui kelangsaian yang dimiliki suatu kain.
II.TEORI DASAR
Kelangsaian (drape) adalah variasi bentuk atau banyaknya lekukan kain yang disebabkan oleh sifat kekerasan, kelembutan, berat kain dan sebagainya apabila kain digantungkan.
Drape faktor adalah perbandingan selisih luas proyeksi vertical dengan luas landasan contoh uji, terhadap selisih contoh uji dengan luas landasan contoh uji.
Semakin kecil % drape, maka kain semakin langsai.
The fabric research Laboratories of USA telah mengembangkan suatu metode untuk mengukur drape, hal ini dilakukan dengan cara menggabungkan karakteristik lusi dan pakan menghasilkan suatu tekukan seperti terlihat di toko apabila suatu kain digantung pada gantungan bulat.
Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran dimeter 25 cm disangga oleh sebuah cakra bulat berdiameter 12.5 cm, bagian kain yang tidak tersangga akan jatuh (drape).
Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran diameter 25 cm disangga oleh sebuah cakra bulat berdiameter 12,5 cm, bagian kain yang tidak tersangga akan jatuh (drape), seperti terlihat pada gambar berikut:
Koefisien drape F, ditentukan dengan mengukur luasnya
F =
Dimana :
F = Koefisien kelangsaian
= luas contoh
= luas cakra penyangga
= luas proyeksi contoh setelah di atas cakra
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Drape tester
⦁ Contoh uji dengan diameter 10inci/25,4 cm
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Nyalakan drape tester.
⦁ Letakan contoh uji pada landasan contoh uji di drape tester.
⦁ Pastikan contoh uji tidak terlipat.
⦁ Klik mulai pada monitor kemudian tunggu sampai uji kelangsaian selesai.
⦁ Tunggu sampai hasil pengujian drape muncul pada monitor.
⦁ Catat hasil pengujianya.
⦁ Pengujian diatas dilakukan pada kedua sisi kain contoh uji.
V. DATA PERCOBAAN
Contoh uji 1 (Depan)
Jari-jari sampel = 127 mm
Jari-jari landasan = 63,5 mm
Luas sampel = 50.670,75 mm2
Luas landasan = 12.468,98 mm2
Jari-jari rata-rata drape= 98,36 mm
Luas drape = 30.397,02 mm2
Drape = 46,93 %
% Drape = x 100%
= x 100%
= 46,97 %
Contoh uji 2 (Belakang)
jari-jari sampel = 127 mm
Jari-jari landasan = 63,5 mm
Luas sampel = 50.670,75 mm2
Luas landasan = 12.468,98 mm2
Jari-jari rata-rata drape= 95,38 mm
Luas drape = 28.577,15 mm2
Drape = 42,17 %
% Drape = x 100%
= x 100 %
= 42,16 %
Drape =
= 44,53 %
VI. DISKUSI
Pengujian kelangsaian kain (drape) dilakukan untuk mengetahui mutu kain.
Semakin kecil %drape, maka semakin baik kelangsaianya.
Ketika memasang contoh uji pada landasan, pastikan contoh uji tidak terlipat.
Contoh uji harus diuji pada kedua permukaannya, agar hasilnya lebih akurat.
VII. KESIMPULAN
- Rata-rata % drape = 44,53 %
IX
TAHAN JEBOL KAIN RAJUT
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur kekuatan yang dimiliki kain rajut.
II. TEORI DASAR
Pengujian kekuatan jebol kain dilakukan pada kain rajut dan beberapa jenis kain tertentu, (kain-kain untuk militer dan payung terbang/parasut.
Pengujian tahan jebol ini dilakukan dengan cara pengujian dengan diafragma, penekan digunakan diafragma yang terbuat dari karet yang ditekan oleh cairan (glyserin) yang digerakan oleh pompa, sehingga karet akan mendorong kain hingga pecah. Besarnya tekanan yang terjadi diukur dengan pengukur tekanan tabung bourdon dan ditunjukkan oleh jarum pada skala penunjuk. Kapasitas alat ini relatif kecil.
Kain rajut pada dasarnya dibuat dengan cara membentuk jeratan-jeratan dari suatu macam benang saja yang searah dengan lebar kain atau searah memanjang kain. Oleh sebab itu konstruksi rajut berbeda dengan kain tenun yang akibatnya sifatnya juga berbeda. Untuk kain rajut mulur dan elastisitasnya lebih tinggi daripada kain tenun biasa, sehingga kain rajut cocok untuk pakaian yang mengikuti bentuk tubuh tanpa mengganggu gerakan tubuh. Hal ini disebabkan karena lengkungan jeratan pada kain rajut tertarik ke segala arah.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Bursthing Strength Tester, yang dilengkapi dengan diafragma dari karet.
2. Kain rajut
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Tekan tombol “ON” pada alat.
⦁ Atur posisi jarum berada pada skala “0”.
⦁ Jepit contoh uji dengan kuat.
⦁ Naikkan tekanan terhadap karet diafragma dengan cara memutar tombol “Oil” sesuai dengan arah anak panah tunggu hingga kain contoh uji jebol/pecah.
⦁ Kekuatan jebol kain rajut dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan oleh jarum (warna merah) dalam satuan kg/cm2.
⦁ Catat kekuatan jebol tersebut.
V. DATA PERCOBAAN
No Kekuatan jebol (kg/cm2)
1 8 0,01563
2 7 0,76563
3 8 0,0156
4 8,5 0,3906
= 7,875 ∑ = 1,1874
SD = CV = x 100%
= = = 0,628 = 7,97 %
VI. DISKUSI
Pengujian tahan jebol dilakukan untuk menentukan mutu kain. Pengaruh tahan jebol terhadap mutu kain yaitu kain yang mempunyai tahan jebol tinggi akan tahan terhadap desakan atau tekanan kearah bidang kain.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan jebol yaitu konstruksi kain rajut dan jenis serat pada benang yang digunakan.
Pada saat pengujian dilakukan kain rajut harus dikencangkan agar memudahkan alat untuk menjebol kain dan pasang kain dengan kuat.
Lakukan pada keempat ujung kain rajut.
VII. KESIMPULAN
- Rata-rata kekuatan jebol kain = 7,875 kg/cm2
- Standar deviasi (SD) kekuatan jebol = 0,628
- Coevisien Variasi (CV) kekuatan jebol = 7,97 %
X
DAYA TEMBUS UDARA
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur Volume udara yang dapat menembus/melalui kain pada suatu satuan luas tertentu dengan tekanan tertentu.
II. TEORI DASAR
Pengujian Daya Tembus Udara penting untuk diuji karena susunan dari suatu kain terdiri dari benang pakan dan benang lusi dimana benang-benang ini terdiri dari serat-serat, maka bagian dari volume suatu kain tersebut sebenarnya terdiri dari rongga udara.
Jumlah , ukuran, dan distribusi dari rongga tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat kain, seperti kehangatan, dan perlindungan terhadap angin dan hujan serta efisiensi dari penyaringan dari kain-kain untuk industri.
Contoh : kain-kain untuk kantong-kantong vacuum cleaner harus mudah dilalui udara tetapi mencegah masuknya kotoran .
Daya Tembus Udara (Air Permeability) : laju aliran udara yang melewati suatu kain, dimana tekanan pada kedua permukaan kain berbeda.
Daya Tembus Udara dinyatakan dengan volume udara (cm3) yang mengalir per satuan waktu (detik) melalui Luas permukaan kain tertentu (cm2) pada perbedaan tekanan udara tertentu pada kedua permukaan kain.
Rongga (Air Porosity) udara adalah untuk menyatakan berapa presentase volume dalam kain terhadap volume keseluruhan kain tersebut.
Pada prinsipnya pengujian tembus udara yaitu kain dipasang (diregangkan) pada pemegang contoh dengan diameter tertentu. Kemudian dari kain tersebut udara disedot oleh pompa melalui suatu ruangan. Besarnya tekanan pada ruangan tersebut yang ditunjukkan oleh skala manometer dapat menunjukan volume udara yang melalui kain tersebut. Untuk membatasi besarnya penyedotan maka diberi cincin berlubang yang disebut orifice, dengan diameter tertentu karena besarnya penyedotan cenderung konstan. Orifice ini dapat diatur sesuai dengan jenis kain yang akan diuji. Peralatan uji Daya Tembus Udara (Air Permeability Tester), yang dilengkapi dengan :
⦁ Pemegang contoh uji dengan luas lubang tertentu.
⦁ Kipas penghisap untuk mengalirkan udara.
⦁ Manometer tegak (manometer air) dengan satuan inch.
⦁ Incline manometer (manometer minyak)
⦁ Pengatur besarnya tekanan udara yang melalui contoh uji.
⦁ Skala untuk mencatat hasilnya.
⦁ Orifice sebanyak 8 buah dengan diameter lubang orifice yang berbeda-beda.
Tabel Daya Tembus Udara
Ø Diameter Orifice (mm) Daya Tembus Udara (cm3/detik/cm2)
h (Harga min) H (Harga max)
2 4,0 11,4
3 9,3 26,6
4 20,0 58,0
5 32,0 91,0
6 40,0 113,0
8 72,0 197,0
11 137,0 375,0
16 292,0 794,0
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Air Permeability Tester
⦁ Kain contoh uji
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Pasang Kain contoh uji pada lubang tempat contoh uji kemudian jepit dengan cincin yang sesuai hingga kain cukup tegang dan kemudian lubang ditutup.
⦁ Pasang orifice terpilih yang cocok untuk kain tersebut sehingga angka pada manometer air ada diantara 2 sampai 15.
⦁ Jalankan penghisap udara.
⦁ Atur reostart agar tekanan udara sesuai dengan tekanan.
⦁ Catat hasilnya pada skala.
V. DATA PERCOBAAN
Orifice yang digunakan : 8 mm
Harga Daya Tembus Udara :
X =h+ x (H-h) = ......... Ft3/menit/Ft/Ft2
Atau
X = h+ x (H-h) x 0,508 = ......... cm3/detik/cm2
Ket : X = Harga Daya Tembus Udara
h = harga minimum orifice
H = harga max orifice
No Harga manometer air (mm)
1 5.2
2 6,4
Ẋ = 5,8
Perhitungan :
⦁ X = h+ x (H-h)
= 72,0 + x (197,0-72,0)
= 108,25 Ft3/menit/Ft2
VI. DISKUSI
Pada kedua permukaan kain terdapat perbedaan tekanan udara yaitu pada bagian luar kain merupakan tekanan udara pada atmosfir normal sedangkan pada bagian dalam merupakan tekanan udara yang lebih rendah karena mengalami penyedotan oleh pompa. Karena perbedaan tekanan ini maka udara akan mengalir dari tekanan tinggi (bagian luar) menuju tekanan rendah (bagian dalam).
Besarnya selisih antara tekanan udara bagian dalam dan luar kain tergantung dari kondisi kain tersebut. Tetal juga mempengaruhi DTU, jika tetal benang besar maka benang akan rapat sehingga DTUnya rendah. Begitu juga sebaliknya Pengujian daya tembus udara perlu dilakukan untuk mengetahui mutu kain.
Pengujian dilakukan dua kali pada permukaan kain yang berbeda. Pada saat melakukan percobaan, naikkan rheostat dengan bertahap, tunggu sampai minyak pada manometer berhenti, setelah berhenti baru kita naikkan kembali rheostat sampai manometer minyak menunjuk angka 5.
VII. KESIMPULAN
- Rata-rata harga daya tembus udara = 108,25 Ft3/menit/Ft2
XI
DAYA TEMBUS UDARA OTOMATIS
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengukur Volume udara yang dapat menembus/melalui kain pada suatu satuan luas tertentu dengan tekanan tertentu.
II. TEORI DASAR
Pengujian Daya Tembus Udara penting untuk diuji karena susunan dari suatu kain terdiri dari benang pakan dan benang lusi dimana benang-benang ini terdiri dari serat-serat, maka bagian dari volume suatu kain tersebut sebenarnya terdiri dari rongga udara.
Jumlah , ukuran, dan distribusi dari rongga tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat kain, seperti kehangatan, dan perlindungan terhadap angin dan hujan serta efisiensi dari penyaringan dari kain-kain untuk industri.
Contoh : kain-kain untuk kantong-kantong vacuum cleaner harus mudah dilalui udara tetapi mencegah masuknya kotoran .
Daya Tembus Udara (Air Permeability) : laju aliran udara yang melewati suatu kain, dimana tekanan pada kedua permukaan kain berbeda.
Daya Tembus Udara dinyatakan dengan volume udara (cm3) yang mengalir per satuan waktu (detik) melalui Luas permukaan kain tertentu (cm2) pada perbedaan tekanan udara tertentu pada kedua permukaan kain.
Rongga (Air Porosity) udara adalah untuk menyatakan berapa presentase volume dalam kain terhadap volume keseluruhan kain tersebut.
III. ALAT DAN BAHAN
⦁ Air Permeability Tester
⦁ Kain contoh uji
IV. LANGKAH KERJA
⦁ Pasang Kain contoh uji pada lubang tempat contoh uji.
⦁ Cari titik kain mana yang akan dilakukan pengujian 5 kali
⦁ Kemudian tekan alat ke bawah untuk memulai jalannya pengujian
⦁ Otomatis data langsung keluar
V. DATA PERCOBAAN
No Daya Tembus Udara (cm3 / cm2 / s)
1 54,2
2 56,7
3 56,3
4 56,1
5 49,3
∑ 272,6
54,52
Style : ___
Test area : 20cm2
Test Pressure : 200 Pa
Nom/Min/Max : -/-/-
Average : 54,5 cm3 / cm2 / s
Minimum : 49,3 cm3 / cm2 / s
Maximum : 56,7 cm3 / cm2 / s
Cv : 4,99 %
Cpk : ___
VI. DISKUSI
Pada kedua permukaan kain terdapat perbedaan tekanan udara yaitu pada bagian luar kain merupakan tekanan udara pada atmosfir normal sedangkan pada bagian dalam merupakan tekanan udara yang lebih rendah karena mengalami penyedotan. Penguian ini dilakukan dengan mudah dan hasilnya juga pasti lebih akurat.
VII. KESIMPULAN
- Rata-rata harga daya tembus udara = 54,52cm3/detik/cm2
DAFTAR PUSTAKA
Nyimas Susyami, Evaluasi Tekstil, Sekolah tinggi teknologi Tekstil, Bandung
No comments:
Post a Comment